REVIEW 1 ABSTRAK DAN
PENDAHULUAN
PEMBERDAYAAN LEMBAGA
KEUANGAN MIKRO
SEBAGAI SALAH SATU
PILAR SISTEM KEUANGAN NASIONAL:
UPAYA KONKRIT MEMUTUS
MATA RANTAI KEMISKINAN
OLEH :
Wiloejo Wirjo Wijono
Abstraksi
Upaya pengentasan kemiskinan
dapat dilakukan antara lain dengan memutus mata rantai kemiskinan itu sendiri,
diantaranya adalah dengan pemberian akses yang luas terhadap sumber-sumber
pembiayaan bagi Usaha Kecil dan Mikro (UKM) yang pada dasarnya merupakan bagian dari masyarakat
miskin yang mempunyai kemauan dan kemampuan produktif. Meskipun kontribusi UKM
dalam PDB semakin besar, namun hambatan yang dihadapinya besar pula,
diantaranya kesulitan mengakses sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga
keuangan formal.
Tulisan ini mencoba untuk
menguraikan peranan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam menunjang kegiatan UKM,
walaupun porsinya sebagai alternatif pembiayaan masih lebih kecil dibandingkan
lembaga-lembaga keuangan formal. Namun, hal ini menarik untuk dikaji sebab
perkembangan LKM ternyata searah dengan perkembangan UKM sehingga dapat
dinyatakan bahwa LKM sebagai salah satu pilar sistem keuangan nasional.
Untuk mewujudkan hal tersebut,
terdapat dua hal yang layak direkomendasikan:
pertama, memperkuat aspek kelembagaan LKM sebagaimana yang selama ini
telah berjalan pada lembaga-lembaga keuangan formal yaitu mempercepat
pengesahan RUU tentang LKM, dan kedua, komitmen yang kuat pada pengembangan UKM
yang sinergi dengan LKM. Dan pada akhirnya upaya untuk memutus rantai
kemiskinan dapat dilakukan dengan cara yang produktif.
I.
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) tidak terlepas dari perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Peranan UMKM terutama sejak krisis moneter tahun 1998 dapat dipandang sebagai
katup penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional, baik dalam mendorong
laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.
Kinerja UMKM dalam beberapa
tahun terakhir menunjukkan peningkatan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan besaran Produk Domestik Bruto yang
diciptakan UMKM dalam tahun 2003 mencapai nilai Rp 1.013,5 triliun (56,7 persen
dari PDB). Jumlah unit usaha UMKM pada tahun 2003 mencapai 42,4 juta, sedangkan
jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor ini tercatat 79,0 juta pekerja. Pertumbuhan
PDB UMKM periode 2000 – 2003 ternyata lebih tinggi daripada total PDB, yang
sumbangan pertumbuhannya lebih besar dibandingkan dengan Usaha Besar.
Perkembangan sektor UMKM yang
demikian menyiratkan bahwa terdapat potensi yang besar atas kekuatan domestik,
jika hal ini dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik tentu akan dapat
mewujudkan usaha menengah yang tangguh, seperti yang terjadi saat perkembangan
usaha-usaha menengah di Korea Selatan dan Taiwan. Namun, disisi yang lain UMKM juga masih dihadapkan pada masalah
mendasar yang secara garis besar mencakup:
pertama, masih sulitnya akses UMKM pada pasar atas produk-produk yang
dihasilkannya, kedua, masih lemahnya
pengembangan dan penguatan usaha, serta
ketiga, keterbatasan akses terhadap sumber-sumber pembiyaan dari
lembaga-lembaga keuangan formal khususnya dari perbankan.
Keterbatasan akses sumber-sumber
pembiayaan yang dihadapi oleh UMKM khususnya pelaku Usaha Kecil dan Mikro
(UKM)3 terutama dari lembaga-lembaga keuangan formal seperti perbankan,
menyebabkan mereka bergantung pada sumber-sumber informal. Bentuk dari
sumber-sumber ini beraneka ragam mulai dari pelepas uang (rentenir) hingga
berkembang dalam bentuk unit-unit simpan
pinjam, koperasi dan bentuk-bentuk yang lain.
Dalam perkembangannya,
lembaga-lembaga keuangan informal ini lebih mengena di kalangan pelaku UKM
karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah
pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwesan pada
pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan
lembaga-lembaga keuangan informal sesuai dengan kebutuhan pelaku UKM, yang
umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat usaha
kecil. Keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal
ini kemudian disebut sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Namun sangat disayangkan, bahwa
keberadaan LKM belum mendapat tempat yang jelas dalam perekonomian nasional
sebagaimana lembaga keuangan lainnya seperti perbankan (termasuk didalamnya BRI
unit dan BPR), asuransi, perusahaan pembiayaan. Keberadaan perbankan telah
diatur secara jelas dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dengan Bank
Indonesia sebagai motor penggeraknya, bahkan terdapat penjaminan oleh
pemerintah berupa Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang semakin mengukuhkan
keberadaan perbankan. Kondisi ini akan jauh berbeda bila dibandingkan dengan
keberadaan LKM yang telah jelas mempunyai kontribusi pada pelaku UKM yang
peranannya dalam PDB sangat besar.
Upaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan
oleh pemerintah selama ini lebih menitikberatkan bentuk-bentuk transfer atau
subsidi, padahal dalam rantai kemiskinan tidak selalu harus diatasi dengan cara
tersebut. Aspek yang lebih penting adalah memutus mata rantai kemiskinan yang
dapat dilakukan antara lain dengan memberikan akses yang lebih luas kepada
masyarakat miskin menjadi produktif, yang dalam pepatah disebut “jangan berikan
umpannya tapi berikanlah kailnya”, sehingga sangat relevan jika mengupayakan
LKM sebagai salah satu pilar sistem keuangan nasional.
1.2
Perumusan Masalah
Kondisi tersebut di atas jika
berjalan terus, maka secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
upaya pemerintah dalam menekan angka kemiskinan. Karena pelaku UKM pada
dasarnya adalah lapisan masyarakat yang ditinjau dari besaran pendapatan lebih
berpotensi mendekati masyarakat miskin, namun mereka masih mempunyai kemauan
untuk melakukan usaha produktif. Jika UKM terus mendapat hambatan dalam
berusaha - termasuk kesulitan mengaskes sumber-sumber pembiayaan – maka potensi
menjadi masyarakat miskin akan menjadi kenyataan.
Berdasarkan kondisi tersebut,
sangat penting upaya untuk menjawab bagaimana memperluas akses-akses pembiayaan
bagi para pelaku UKM dan pada saat yang bersamaan peranan LKM terus berkembang
sekaligus mampu menjawab kebutuhan UKM walaupun porsinya masih terbatas.
Pertanyaan penelitian yang diangkat dalam tulisan ini adalah:
(1)
Bagaimana menjadikan LKM semakin berkembang
bahkan menjadi salah satu pilar dari sistem keuangan nasional?
(2)
Bagaimana meningkatkan peran LKM dalam mendukung
pemberdayaan UKM?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan yang diinginkan dalam tulisan ini meliputi:
a.
Menganalisis peranan LKM sebagai sumber
pembiayaan UKM,
b.
Menganalisis potensi dan permasalahan LKM yang
dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan di masa depan, yang memungkinkan
menjadi salah satu pilar sistem keuangan nasional.
1.4
Sumber Data dan Metodogi
Data yang digunakan dalam tulisan ini
bersumber dari publikasi Badan Pusat Statistik, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah, Bank Indonesia, Pegadaian, Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk)
serta sumber lainnya yang terkait. Sementara alat analisis yang dipakai adalah
bersifat deskriptif. Studi kepustakaan, baik yang berasal dari buku teks maupun
jurnal/majalah merupakan sumber yang sangat penting, begitu pula diskusi dengan
teman seprofesi guna mempertajam analisisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar