REVIEW 2 KERANGKA
TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
PEMBERDAYAAN LEMBAGA
KEUANGAN MIKRO
SEBAGAI SALAH SATU
PILAR SISTEM KEUANGAN NASIONAL:
UPAYA KONKRIT MEMUTUS
MATA RANTAI KEMISKINAN
OLEH :
Wiloejo Wirjo Wijono
II.
Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
2.1
Kaitan Lembaga Keuangan Mikro dengan Kemiskinan
Lembaga keuangan mempunyai fungsi
sebagai intermediasi dalam aktifitas suatu perekonomian. Jika fungsi ini
berjalan baik, maka lembaga keuangan tersebut dapat menghasilkan nilai tambah.
Aktifitas ekonomi disini tidak membedakan antara usaha yang dilaksanakan
tersebut besar atau kecil, karena yang membedakan hanya besarnya nilai tambah
berdasarkan skala usaha. Hal ini berarti bahwa usaha kecilpun jika memanfaatkan
lembaga keuangan juga akan memberikan kenaikan nilai tambah, sehingga upaya
meningkatkan pendapatan masyarakat salah satunya dapat dilakukan dengan cara
yang produktif dengan memanfaatkan jasa intermediasi lembaga keuangan, termasuk
usaha produktif yang dilakukan oleh masyarakat miskin.
Pengentasan kemiskinan dapat
dilaksanakan melalui banyak sarana dan program baik yang bersifat langsung
maupun tak langsung. Usaha ini dapat berupa transfer payment dari pemerintah
misalnya, program pangan, kesehatan, pemukiman, pendidikan, keluarga berencana,
maupun usaha yang bersifat produktif misalnya melalui pinjaman dalam bentuk
micro credit.
Secara hipotesis, kaitan antara
pemberdayaan kredit mikro dengan upaya pengentasan kemiskinan merupakan pintu
masuk relatif mudah bagi orang yang akan menjadi pengusaha pemula. Jika
pengusaha pemula ini tumbuh dan berkembang akan terentaskan karena menjadi
pengusaha atau karena trickle down
effect dari semakin banyaknya pengusaha mikro (Krisna Wijaya: 2005).
Menurut Marguiret Robinson (2000),
pinjaman dalam bentuk micro credit
merupakan salah satu upaya yang ampuh dalam menangani kemiskinan. Hal tersebut
didasarkan bahwa pada masyarakat miskin sebenarnya terdapat perbedaan
klasifikasi diantara mereka, yang mencakup: pertama, masyarakat yang sangat
miskin (the extreme poor) yakni mereka yang tidak berpenghasilan dan tidak
memiliki kegiatan produktif, kedua, masyarakat yang dikategorikan miskin namun
memiliki kegiatan ekonomi (economically
active working poor), dan ketiga,
masyarakat yang berpenghasilan rendah (lower income) yakni mereka yang memiliki
penghasilan meskipun tidak banyak. Kategori ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Pendekatan yang dipakai dalam
rangka pengentasan kemiskinan tentu berbeda-beda untuk ketiga kelompok
masyarakat tersebut agar sasaran pengentasan kemiskinan tercapai. Bagi kelompok
pertama akan lebih tepat jika digunakan pendekatan langsung berupa program
pangan, subsidi atau penciptaan lapangan pekerjaan. Sedangkan bagi kelompok
kedua dan ketiga, lebih efektif jika digunakan pendekatan tidak langsung
misalnya penciptaan iklim yang kondusif bagi pengembangan UKM, pengembangan
berbagai jenis pinjaman mikro atau mensinergikan UKM dengan para pelaku Usaha
Menengah maupun Besar.
2.1
Lembaga Keuangan Mikro
Menurut definisi yang dipakai dalam
Microcredit Summit (1997), kredit mikro adalah program pemberian kredit
berjumlah kecil ke warga paling miskin untuk membiayai proyek yang dia kerjakan
sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya, “programmes
extend small loans to very poor for
self-employment projects that generate income, allowing them to care for themselves and their families” (Kompas,
15 Maret 2005). Sedangkan Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro merupakan
kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun
kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak seratus juta rupiah per
tahun.
Lembaga keuangan yang terlibat
dalam penyaluran kredit mikro umumnya disebut Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan mikro (microfinance)
adalah lembaga yang menyediakan jasa
penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa
(payment services) serta money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin
dan pengusaha kecil (insurance to poor and low-income households and their
microenterprises). Sedangkan bentuk LKM dapat berupa: (1) lembaga formal
misalnya bank desa dan koperasi, (2) lembaga semiformal misalnya organisasi non
pemerintah, dan (3) sumber-sumber
informal misalnya pelepas uang.
LKM di Indonesia menurut Bank
Indonesia dibagi menjadi dua kategori yaitu LKM yang berwujud bank serta non
bank. LKM yang berwujud bank adalah BRI Unit Desa, BPR dan BKD (Badan Kredit
Desa). Sedangkan yang bersifat non bank adalah koperasi simpan pinjam (KSP),
unit simpan pinjam (USP), lembaga dana kredit pedesaan (LDKP), baitul mal wattanwil (BMT), lembaga swadaya
masyarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan Grameen, pola pembiayaan ASA, kelompok
swadaya masyarakat (KSM), dan credit union. Meskipun BRI Unit Desa dan BPR
dikategorikan sebagai LKM, namun akibat persyaratan peminjaman menggunakan
metode bank konvensional, pengusaha mikro kebanyakan masih kesulitan
mengaksesnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar