REVIEW 10 ABSTRAK DAN
PENDAHULUAN
PERINGKAT PROPINSI
DALAM MEMBANGUN EKONOMI KOPERASI
ANALISIS BERDASARKAN
INDEKS PEKR
OLEH :
Johnny W. Situmorang
Abstrak
Cooperative Economic
development is an
integral part of
national economic development.
The higher capacity of the region in national economy, it should be reflected on the higher regional
cooperative economy.
In the
era of regional
outonomy, cooperative developmet
constitutes one of the
main authorities of the
head of the
regions. In compliance
with the environmental
and climate changes, every
province will spur to developing
cooperative economy to materalizing
people’s economy.
One of the
encouragements to enhance
inter regional competition
is by identifying the position of the province nationally. By
using regional cooperative economic performance/PEKR index, then
the provincial rank in could be
identified. The result of the analysis
shows a good performance of one province is not always indicated by the
high regional economy capacity in the
national economy. In,
2006 the highest
rank was achieved by the Province
of Gorontalo, although this
province having low regional
economic capacity, but it was able
to create very high cooperative economy.
Ukuran ekonomi koperasi regional,
ukuran ekonomi regional, kapasitas
regional, indeks PEKR, rating,
peringkat
I.
Pendahuluan
Pasca krisis
ekonomi Indonesia telah
memasuki usia satu
dekade. Kemajuan
perekonomian Indonesia secara
mendasar masih belum
signifikan, meskipun stabilitas ekonomi makro telah pulih,
khususnya dari indikator nilai tukar rupiah yang stabil, inflasi yang terkendali,
dan neraca perdagangan
luar negeri yang
positif, yang didukung
oleh stabilitas politik.
Sektor riil masih belum
berkembang secara signifikan
sejalan dengan stabilitas
makro. Perekonomian secara mikro masih
belum terpulihkan secara nyata karena
engine of growth
yang penting, yakni investasi dan dunia usaha, belum terpulihkan. Pangsa
investasi terhadap PDB
masih sekitar 22%
selama ini, sangat
jauh dari harapan
untuk menjamin bergeraknya sektor
riil. Untuk stabilitas sektor
riil semestinya pangsa investasi
terhadap PDB (Produk
Domestik Bruto) di
atas 35%. Sementara
target pertumbuhan ekonomi yang
tinggi membutuhkan dukungan investasi yang tinggi pula baik dari investasi
langsung nasional maupun asing (FDI).
Dunia usaha, khususnya lembaga koperasi, belum menjadi andalan dalam
menggerakkan sumberdaya domestik. Itu sebabnya, pengangguran dan kemiskinan
masih menjadi persoalan pokok pembangunan ekonomi yang tidak hanya di perdesaan
juga sudah menggapai perkotaan.
Pengangguran dan kemiskinan
di kota terjadi lebih
diperparah oleh urbanisasi
orang-orang dari pedesaan
yang umumnya tidak mempunyai keterampilan dan keahlian di
bidang usaha yang berciri perkotaan.
Persoalan mendasar
yang menjadi penentu
kemampuan menarik investasi
ke Indonesia adalah iklim
investasi dan bisnis
yang tidak kondusif.
Dari berbagai survey nasional dan internasional menyangkut bisnis dan
ekonomi, Indonesia selalu berada pada
posisi yang rendah
dibandingkan dengan negara-negara
lain. Artinya, Indonesia
belum menjadi negara tujuan
investasi. Kalaupun ada
aliran investasi ke
Indonesia belum menyentuh bidang
usaha yang menjadi andalan
perekonomian dan masih terlihat
dunia
usaha lebih menyukai pusat
operasinya di regional
(daerah) tertentu saja,
khususnya di
Pulau Jawa dan Pulau Bali. Aliran investasi dalam rangka PMDN dan PMA separuhnya masih terkonsentrasi di Pulau Jawa
dan Bali, dan sisanya dibagi oleh regional lainnya. Pola ini jelas
dapat semakin memperbesar kesenjangan
antar regional dimana
regional selain Pulau Jawa dan
Bali pembangunan ekonominya
semakin jauh tertinggal.
Kesenjangan antar regional ini
sekaligus juga mempersulit upaya
penanggulangan pengangguran dan
kemiskinan. Bila
kesenjangan ini masih berlanjut, itu mencerminkan pula kurang tepatnya
strategi Pemerintah secara
nasional menarik investasi dalam
rangka pemulihan ekonomi
dari krisis dan
revitalisasi perekonomian.
Sejalan dengan
otonomi daerah, kesenjangan
pembangunan antar daerah
yang
tinggi menunjukkan tujuan otonomi daerah tidak
tercapai dalam rangka
menyejahterakan
rakyat. Dengan
otonomi, semestinya daerah, kabupaten, kota, dan propinsi, harus berlomba
menunjukkan prestasi
yang nyata di
tengah persaingan ekonomi
yang semakin ketat. Mobilisasi sumberdaya
lokal, praktis di bawah kendali
pemerintahan lokal dan
propinsi. Dengan demokrasi
politik pemilihan langsung gubernur, bupati, dan walikota memberikan
harapan kesungguhan setiap
daerah membangun ekonomi
dengan prinsip kompetisi. Program-program pembangunan
menjadi implementasi strategi
setiap pemimpin daerah
dalam mewujudkan
visi dan misi
ketika kampanye pemilihan
kepala daerah tersebut. Secara praktis
dapat dikatakan bahwa
otonomi daerah memberikan
kesempatan seluas-luasnya
kepada daerah untuk membangun sesuai
dengan kapasitas daerah
itu di tengah perubahan lingkungan strategis yang
cepat.
Pembangunan koperasi
adalah salah satu
strategi setiap kepala
daerah dalam pembangunan ekonomi. Mengapa demikian? Karena koperasi telah dikenal
luas selama ini sebagai lembaga
yang dianggap mampu mewadahi masyarakat mencapai cita-cita untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat berdasarkan kultur
kerjasama. Secara ideal, koperasi tidak hanya sebagai badan
usaha rakyat tapi juga sebagai lembaga yang dianggap mampu
mengejawantahkan peran konstitusi
(pasal 33 UUD
1945) dalam konteks
ekonomi kerakyatan. Secara
faktual, koperasi merupakan salah
satu pelaku ekonomi
sebagaimana
bentuk badan
usaha lain, seperti
perseroan terbatas (PT).
Dalam era otonomi
daerah jelaslah bahwa pengembangan ekonomi koperasi menjadi bagian yang
tak terpisahkan dari
pembangunan ekonomi
nasional dan regional.
Tentunya, para kepala daerah
juga harus berlomba memajukan
ekonomi koperasi di daerahnya.
Apakah perekonomian
daerah yang tinggi
dapat mencerminkan kemampuan propinsi mengembangkan
koperasi? Hal ini
patut dipertanyakan mengingat
Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) daerah-daerah di
Pulau Jawa dan
Bali yang paling tinggi di Indonesia, ketersediaan infrastruktur yang lebih baik dari wilayah lainnya,
serta jumlah penduduk yang banyak
seyogianya mencerminkan kemampuan
yang lebih tinggi. Pulau
Jawa dan Bali
dalam mengembangkan ekonomi koperasi.
Tulisan ini merupakan hasil analisis
terhadap performa propinsi
alam pengembangan ekonomi
koperasi pada tahun 2006
dengan menampilkan posisi
atau peringkat propinsi
dalam pengembangan ekonomi koperasi.
Dengan menggunakan metode
indeks, analisis ini
menarik untuk disimak karena
dapat menjadi gambaran bahwa ukuran perekonomi daerah yang kuat tidak
mencerminkan sepenuhnya
kemampuan mengembangkan ekonomi
koperasi. Daerah di
Pulau Jawa dan
Bali sebagai daerah yang kuat perekonomian ternyata posisinya di bawah
daerah lainnya yang di luar P. Jawa dan Bali. Hasil analisis ini
juga dapat membuktikan
apakah strategi pemerintah
daerah dan pusat,
khususnya lembaga pemerintah
yang bertanggungjawab
pengembangan koperasi, mampu
menjawab permasalahan dasar perekonomian sesuai grand strategies
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), khususnya
dalam rangka otonomi
daerah. Dengan kata lain,
apakah pola pembangunan koperasi
menjamin perbaikan perekonomian
daerah dan nasional
atau berpotensi untuk meningkatkan kesejanjangan antar daerah bila
pola tersebut terjadi
terus
menerus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar