Bobblehead Bunny




Rabu, 10 April 2013

4. KESIMPULAN DAN SARAN : ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELAYANAN AIR BERSIH PADA PDAM TIRTASARI BINJAI


REVIEW 4 KESIMPULAN DAN SARAN
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELAYANAN
AIR BERSIH PADA PDAM TIRTASARI BINJAI
                                                                           
Sri Handayani
Fakultas Hukum Universitas Medan Area

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1.     Bentuk penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Kelalaian yang dilakukan oleh PDAM Tirtasari Binjai di Kota Binjai adalah :
a.       Ganti Rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau swtara lainnya, atau perawatan kesehatan peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
b.      Apabila menyangkut tentang masalah rekening pembayaran air bulan ini maka penyelesaiannya adalah dengan memasukkan selisih dari rekening yang bermasalah ini kedalam rekening bulan yang akan datang.
2.      Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen dalam pelayanan air bersih oleh PDAM Tirtasari di Kota Binjai adalah :
a.       Direktur dan manager serta semua pegawai perusahaan daerah air minum PDAM Tirtasari atas tindakannya yang melawan hukum atau karena kelalainya dalam melaksanakan kewajibannya dan tugas yang dibebankan kepadanya baik langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan kerugian bagi pengusahaan disamping dapat di hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, diwajibkan pula mengganti kerugian yang timbul akibat pergaulannya.
b.      ketentuan-ketentuan tentang tuntutan ganti rugi terhadap pegawai daerah berlaku sepenuhnya terhadap pegawai perusahaan.
c.       menyuruh salah satu pegawai PDAM Tirtasari untuk mengecek langsung kelapangan guna membuktikan kebanaran pengaduan yang masuk ke PDAM Tirtasari.    

Saran
1.      Sehubungan dengan semakin meningkatnya pembangunan di Indonesia dimana keterbatasan pengetahuan konsumen mengenai kawajaran mutu dan harga barang dan atau jasa selama ini telah menempatkan posisi konsumen sebagai mangsa produksen/pelaku usaha dan oleh sebab itu sudah saatnya Pemerintah Republik Indonesia untuk membentuk, menata serta meningkatkan hukum perlindungan konsumen di Indonesia.
2.      Agar PDAM Tirtasari yang ada lebihdapat melaksanakan tugasnya sebagai perusahaan daerah yang berhubungan erat dengan masyarakat, maka di perlukan peraturan pelaksanaan dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini supaya ada acuan yang tegas bagi PDAM Tirtasari untuk menjalankan fungsinya.
3.      Agar PDAM Tirtasari dapat selalu menghadapi masalah-masalah konsumen dengan mudah, maka diperlikan strategi khusus bagi PDAM Tirtasari yang ada seperti lebih mendekatkan dirinya pada konsumen/pelanggan.

DAFTAR PUSTAKA

a.       Ardiansyah Denny, Klausa Baku Batal Demi Hukum, Harian Sumatera, Sabtu, 30 Juni 2001.
b.      A.S Homby (ed) : Oxford Advanced Learner’s Dictionary of current English, Oxford University Press, London 1989, Hal 185
c.       Badrulzaman Darus Mariam, Aneka Hukum Bisnis, Alumni,Bandung,1994. ------------------------,  KUH Perdata Buku III Hukum Perikanan Dengan Penjelasan, Alumni,Bandung, 1983.
d.      Chairuddin O.K, Pengantar Ilmu Hukum, Peneribit Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat,Meda,1992.
e.       Commonwealth of Australia Trade Practices Act 1874/1977, Pasal 48 (1)a. Ikhsan Muhammad, Stop Press,Klausula Baku Batal Demi Hukum, Warta Konsumen, Juni,2000
f.       Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen, UU RI No.8 Tahun 1999, Tentang Perlindungan Konsumen, Medio Maret, 2000.
g.      Muis Abdul, Metode Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum USU,Medan,1990 Moenir H.A.S., Manajemen Pelayanan Umum Indonesia, Penerbit Bumi Aksara,Jakarta,1999.
h.      Moss Warranty-Magnusson (US), Federal Tgrade commission, Improvement Act 1975,PL 93-637, sec 101 (1)
i.        NBW, Buku 6, Pasal 236, lihat M.Van Delft-Basa en E.h. Hi\ondius,Jaaboek konsumentenrecht 1991, Kluwer-Deventer 1991, Hal 2
j.        Sidarta,  Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Penerbit PT. Grasindo, Jakarta, 2000
k.      Sudaryanto,  Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia  Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996
l.        Shofie Yusuf,  Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya,  Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000
m.    Satjipto, Rahardjo,  Ilmu Hukum,  1986, Alumni Bandung hal 127


3. PEMBAHASAN : ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELAYANAN AIR BERSIH PADA PDAM TIRTASARI BINJAI


REVIEW 3 PEMBAHASAN
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELAYANAN
AIR BERSIH PADA PDAM TIRTASARI BINJAI
                                                                           
Sri Handayani
Fakultas Hukum Universitas Medan Area

PEMBAHASAN
Sejarah Lahirnya Perlindungan Hukum Konsumen
Aktifitas ekonomi dirasakan hidup, apabila tercipta suasana yang mendukung kelancaran arus produksi barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Globalisai ditandai dengan perdagangan bebas, namun belum banyak memberikan perbaikan ekonomi di Indonesia. Anggapan bahwa perdagangan bebas menguntungkan konsumen dalam bentuk mutu dan harga barang ataupun jasa barangkali masih merupakan mitos yang diciptakan untuk mempertahankan dominasi perusahaan dan produsen atas konsumen dalam sistem ini. Dalam hal ini terdapat indikasi meningkatkan sengketa antara produsen sebagai pelaku usaha dengan konsumen. Dari sinilah kita baru disadarkan kembali urgensinya perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan konsumen.
Gerakan konsumen internasional sejak tahun 1960 memiliki wadah yang cukup bewibawa, yaitu  Internasional Organization of Consumers Union (IOCU) yang kemudian sejak tahun 1995 berubah nama menjadi Custumers International (CI). Anggota CI mencapai 203 organisasi konsumen yang berasal dari sekitar 90 negara di dunia. Sedangkan di Indonesia sendiri ada dua organisasi yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang berada di Jakarta dan di Semarang. Yang mana tiap pada tanggal 15 maret C.I memperingati hari konsumen sedunia, dan memberi tema yang berbeda untuk setiap-tiap tahunnya.
Konsumen Indonesia merupakan bagian dari konsumen global, sehingga gerakan konsumen di dunia Internasional mau tidak mau menembus batas-batas Negara, dan mempengaruhi kesadaran konsumen lokal untuk berbuat hal yang sama. Persaingan antar produsen saat ini semakin kuat, dan hal ini berarti konsumen mempunyai banyak pilihan terhadap produk barang dan jasa yang dikonsumsinya. Gejala-gejala itu memberikan pengaruh kepada gerakan konsumen di dunia khususnya di Indonesia, yakni mulai beralih dari isu-isu konsumen dari sekedar mempersoalkan mutu menuju ke arah yang lebih berskala makro dan universal. Perhatian konsumen dalam negeri sama dengan perhatian konsumen diberbagai Negara, dan konsumen kita pun konsumen global.
Menurut Emil Salim, gerakan konsumen global ditandai oleh globalisasi diberbagai bidang.  Pertama, globalisasi produksi, yang berarti tidak ada produk yang hanya di satu Negara.  Kedua, globalisasi finansial dimana uang tidak lagi mengenal bendera suatu negara.  Ketiga, globalisasi perdagangan dengan dihilangkannya dinding-dinding tarif sehingga dunia menjadi satu pasar.  Keempat, yakni globalisasi teknologi diantaranya dengan membawa konsekuensi makin tergesernya alat-alat produksi tradisional yang mengarah pada moderenisasi dan mekanisme.

Pengertian Konsumen dan Perlindungan Konsumen
Pengertian Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Menurut Hornby :
“Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa; seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu; sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang; setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.
Lebih lanjut, di ilmu ekonomi ada dua jenis konumen, yakni konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer. Mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan Sedangkan pengguna barang adalah konsumen akhir.
Yang dimaksud di dalam UU PK sebagai konsumen adalah konsumen akhir. Karena konsumen akhir memperoleh barang dan atau jasa bukan untuk dijual kembali, melainkan untuk digunakan, baik bagi kepentingan dirinya sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain.
Sedangkan dalam ilmu ekonomi ada 2 cara dalam memperoleh barang, yaitu:
a)      Membeli. Bagi orang yang memperoleh suatu barang dengan cara membeli, tentu ia terlibat dengan suatu perjanjian dengan pelaku usaha, dan konsumen memperoleh perlindungan hukum melalui perjanjian tersebut.
b)      Cara lain selain membeli, yakni hadiah, hibah dan warisan. Untuk cara yang kedua ini, konsumen tidak terlibat dalam suatu hubungan kontraktual dengan pelaku usaha. Sehingga konsumen tidak mendapatkan perlindungan hukum dari suatu perjanjian. Untuk itu diperlukan perlindungan dari negara dalam bentuk peraturan yang melindungi keberadaan konsumen, dalam hal ini UU PK.
Perlindungan  konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Menurut Prof.Mochtar  Kusumaatmadja  ,batasan atau defenisi hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara pihak satu sama lain, berkaitan dengan barang atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup. Sebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
1.      Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2.      Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa
3.      Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4.      Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
5.      Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6.      Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
1.      Asas manfaat. Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2.      Asas keadilan. Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
3.      Asas keseimbangan. Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
4.      Asas keamanan dan keselamatan konsumen. Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.      Asas kepastian hukum. Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Hak-hak Konsumen
Dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen, disebutkan hak-hak konsumen adalah :
1.      Hak atas kenyamanan, keselamatan dan keamanan
2.      Hak untuk memilih
3.      Hak atas Informasi
4.      Hak untuk didengar pendapat dan Keluhannya
5.      Hak untuk mendapatkan advokasi
6.      Hak untuk mendapat pendidikan
7.      Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif
8.      Hak untuk mendapatkan ganti rugi
9.      Hak yang diatur dalam Peraturan
Perundang-undangan Lainnya      :
a)      Ad. 1. Hak Atas Kenyamanan, Keselamatan dan Keamanan
Bagi konsumen hak ini harus mencakup aspek kesehatan secara fisik, dan dari perspektif keyakinan/ ajaran agama tertentu.
b)      Ad. 2. Hak Untuk Memilih
Merupakan kebebasan konsumen dalam memilih barang dan jasa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, barang yang beredar di pasar haruslah terdiri dari beberapa merek untuk suatu barang, agar konsumen dapat memilih.
c)      Ad. 3. Hak Atas Informasi
Bisa dipenuhi dengan cara antara lain, melalui diskripsi barang menyangkut harga dan kualitas atau kandungan barang dan tidak hanya terbatas informasi pada satu jenis produk, tetapi juga informasi beberapa merk untuk produk sejenis, dengan demikian konsumen bisa membandingkan antara satu merk dengan merk lain untuk produk sejenis.
d)     Ad. 4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
Ada dua instrumen dalam mengakomodir hak untuk didengar:
Pertama, pemerintah melalui aturan hukum tertentu dalam bentuk hearing secara terbuka dengan konsumen.
Kedua, melalui pembentukan organisasi konsumen swasta dengan atau tanpa dukungan pemerintah. Hak untuk didengar menuntut adanya organisasi konsumen yang mewakili konsumen.
e)      Ad. 5. Hak untuk mendapatkan advokasi
Dengan hak ini, konsumen mendapat perlindungan hukum yang efektif dalam rangka mengamankan implementasi ketentuan perlindungan konsumen dan menjamin keadilan sosial. Hak ini dapat dipenuhi dengan cara:
1.      Konsultasi hukum, diberikan pada konsumen menengah ke bawah.Bentuk kegiatan ini dapat dilakukan oleh organisasi konsumen dan atau instansi pemerintah yang mengurusi perlindungan konsumen;
2.      Menggunakan mekanisme tuntutan hukum secara kolektif (class action);
3.      Adanya keragaman akses bagi konsumen individu berupa tersedianya lembaga penyelesaian sengketa konsumen, baik yang didirikan oleh pemerintah berupa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di setiap pemerintah kota / kabupaten.
f)       Ad. 6. Hak untuk mendapat Pendidikan
Definisi dasar hak ini adalah konsumen harus berpendidikan secukupnya, dapat dilakukan baik melalui kurikulum dalam pendidikan formal maupun melalui pendidikan informal yang
dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan konsumen. Pemenuhan hak untuk mendapat pendidikan juga menjadi kontribusi dan
tanggungjawab pelaku usaha.
g)      Ad. 7. Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif
Tindakan diskriminatif secara sederhana adalah adanya disvaritas, adanya perlakuan yang berbeda untuk pengguna jasa atau produk, dimana kepada konsumen dibebankan biaya yang sama. Oleh karena itu adanya pelaku usaha yang menyediakan beberapa sub kategori
pelayanan dengan tarif yang berbeda-beda, susuai dengan tarif yang dibayar konsumen tidak dapat dikatakan diskriminatif.
h)      Ad. 8. Hak untuk Mendapatkan Ganti Rugi
Mendapatkan ganti rugi harus dipenuhi oleh pelaku usaha atas kerusakan, pencemaran dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan si pelaku usaha tersebut. Bentuk ganti rugi dapat berupa:
1.      Pengembalian uang;
2.      Penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya;
3.      Perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan (pasal 19 Ayat (2) UUPK).
i)        Ad. 9. Hak yang Diatur Dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya
Selain hak-hak yang ada dalam UU PK, dalam UU lain juga diatur hak-hak konsumen, seperti UU Kesehatan. Oleh karena itu dimungkinkan adanya hak konsumen tambahan sesuai dengan tipikal sektor masing-masing.

Bentuk Pelaksanaan Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Kelalaian PDAM Tirtasari Binjai
Sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 19 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan : “ Pelaku Usaha bertanggungjawab memberikan ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”.
Dalam masalah ganti rugi ini PDAM Tirtasari Binjai ada peraturan dan ketentuan-ketentuan khusus yang mengaturnya yaitu Peraturan Daerah Tingkat II Binjai No. 12 Tahun 1976. Jadi apabila dalam hal ini konsumen merasa dirugikan oleh pihak PDAM Tirtasari, maka konsumen itu cukup datang ke kantor PDAM Tirtasari untuk menyampaikan sendiri permasalahannya, yang mana nantinya mereka menaggapi segala keluhan-keluhan dari konsumen dan akan mencari jalan penyelesaiannya.
Bentuk penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi Terhadap Kelalaian yang dilakukan oleh PDAM Tirtasari Binjai di Kota Binjai adalah
a.       Ganti Rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau swtara lainnya, atau perawatan kesehatan peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
b.      Apabila menyangkut tentang masalah rekening pembayaran air bulan ini maka penyelesaiannya adalah dengan memasukkan selisih dari rekening yang bermasalah ini kedalam rekening bulan yang akan datang.
Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen dalam pelayanan air bersih oleh PDAM Tirtasari di Kota Binjai adalah :
a.)    Direktur dan manager serta semua pegawai perusahaan daerah air minum PDAM Tirtasari atas tindakannya yang melawan hukum atau karena kelalainya dalam melaksanakan kewajibannya dan tugas yang dibebankan kepadanya baik langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan kerugian bagi pengusahaan disamping dapat di hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, diwajibkan pula mengganti kerugian yang timbul akibat pergaulannya.
b.)    Ketentuan-ketentuan tentang tuntutan ganti rugi terhadap pegawai daerah berlaku sepenuhnya terhadap pegawai perusahaan. menyuruh salah satu pegawai PDAM Tirtasari untuk mengecek langsung kelapangan guna membuktikan kebanaran pengaduan yang masuk ke PDAM Tirtasari.

2. TINJAUAN PUSTAKA : ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELAYANAN AIR BERSIH PADA PDAM TIRTASARI BINJAI


REVIEW 2 TINJAUAN PUSTAKA
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELAYANAN
AIR BERSIH PADA PDAM TIRTASARI BINJAI

Sri Handayani
Fakultas Hukum Universitas Medan Area

TINJAUAN PUSTAKA
Konsumen (sebagai alih bahasa dari consumen), secara harfiah berarti" seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa''; atau ''seseorang atau sesuatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu'' juga ''sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediakan atau sejumlah barang", ada pula yang memberikan arti lain yaitu konsumen  adalah ''setiap orang yang menggunakan barang atau jasa dalam berbagai perundang-undangan negara, tampak ada kalanya secara tegas ditetapkan  siapa  yang dimaksudkan dengan konsumen akhir yang harus dilindungi tetapi ada juga yang terserat dalam rangkaian peraturan perundang-undangan tentang perilaku bisnis (usaha) tertentu,  beberapa di antaranya adalah;
a.       UU Perlindungan Konsumen India, menentukan bahwa konsumen adalah setiap orang pembeli barang yang disepakati menyangkut harga dan cara pembayaran tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau untuk keperluan komersial lainnya. Dari batasan ini terlihat bahwa konsumen yang ingin dilindungi UU adalah konsumen akhir yang menggunakan barang untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri/ keluarga (konsumen non komersial).
b.      Dalam perudang-undangan Australia, konsumen adalah "setiap orang yang mendapatkan barang tertentu dengan harga yang ditetapkan  (setinggi-tingginya AS 15.000.-) atau kalau harganya lebih maka kegunaan barang tersebut umumnya adalah untuk keperluan pribadi domestik atau rumah tangga'' (nor mally used for personal family or househoid purposes).
c.       Dari UU jaminan produk  (Amerika Serikat) ditemukan ketentuan-ketentuan ayat (1) dan (3) yang menunjukan bahwa konsumen yang tidak untuk dijual kembali dan pada umumnya digunakan untuk keperluan pribadi, keluarga atau rumah tangga (personal, family or househoid).
d.      BW baru Belanda ( NBW ) seperti termuat dalam bagian ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat umum perjanjian (algemene voorwaarden) konsumen diartikan sebagai ''orang alamiah (yang dalam  mengadakan perjanjian) tidak bertidak selaku orang menjalankan profesi atau perusahaan. Hukum Inggris tidak secara tegas menentukan batasan dari konsumen itu. tetapi  dari berbagai peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi.dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksudkan dengan konsumen akhir diartikan sebagai ''setiap pembeli pribadi (private purchaser) yang pada saat membeli barang tertentu tidak menjalankan bisnis dengan atau keuangan baik sebagian maupun dari barang tertentu yang dibelikan itu.
Gunawan Wijaya mengatakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Di dalam undang_undang No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen disebutkan dalam pasal  1 ayat (1) perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.''Dalam ayat 2 pasal yang sama dinyatakan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan /atau jasa yang tersedia dalam masyarakat.baik lain dan tidak untuk diperdagangkan''. Sudaryanto mengatakan konsumen ialah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat. Baik bagi kepentingan diri sendiri keluarga.orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan''.
Seperti yang dikemukakan Zoemrotin K. Susils bahwa dengan kepastian hukum yang jelas dan tegas, pelaku usaha akan semakin berhati-hati dalam memproduksi barang dan/atau jasa sehingga secara langsung memberikan perlindungan preventif terhadap konsumen.

1. ABSTRAK DAN PENDAHULUAN : ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELAYANAN AIR BERSIH PADA PDAM TIRTASARI BINJAI

REVIEW 1 ABSTRAK DAN PENDAHULUAN
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PELAYANAN
AIR BERSIH PADA PDAM TIRTASARI BINJAI
                                                                           
Sri Handayani
Fakultas Hukum Universitas Medan Area

ABSTRACT
Research conducted in this paper is to discuss the  aspects of consumer protection by the Clean Water Service taps the Tirtasari Binjai. The case studies are the PDM office Tirtasari Binjai and Consumers. In this case the partner is related with the Consumer Protection Act No.8 of 1999 jo Article 1230 Civil Code of 1238 and consequently the agreement and section 1234 of the default (no relation contekstual).The agreement committed the parties to the consumer taps Tirtasari Binjai in Clean Water Services and how to shape the agreement made. Where this agreement is a standard form of agreement is standard, also called eksonerasi clauses (limitation of liability), as stipulated in the form of the Form. While in the service of water in the taps Tirtasari Binjai expected to provide protection to consumers, one example is the problem of calculation of the meter which is often common, caused by negligence of the officers / employees. This is to  be disepakatiu by the PDAM Tirtasari Binjai to give way to the consumer if there are any errors / omissions that dilakujkan by the taps, it can be reported directly to the taps Tirtasari Binjai, and will be followed up according to rules set.
Keywords : consumer protection, water services 

PENDAHULUAN 
 Konsumen merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang tidak terlepas dari hukum dalam kehidupan yang semakin berkembang ini, keterbatasan pengetahuan konsumen mengenai kewajaran mutu dan harga barang atau jasa selama ini telah menempatkan posisi konsumen sebagai mangsa produsen/pelaku usaha.
Keadaan ini diperparah lagi dengan sikap tak mau tahu pelaku usaha/produsen dalam menanggapi keluhan konsumen terhadap jasa monopoli seperti telepon, air minum, listrik, dan lain sebagainya. Dalam keadaan demikian konsumen tidak memiliki kekuatan yang berarti.
Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu ditingkatkan pula kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian  konsumen untuk melindungi dirinya sendiri serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab sehingga pemerintah berusaha mengatasi permasalahan perlindungan konsumen ini dengan menerbitkan Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Berlakunya Undang-Undang perlindungan konsumen tersebut, penegakan aturan hukum dan upaya perlindungan terhadap konsumen dapat diberlakukan sama bagi setiap konsumen maupun pelaku usaha dimana undang-undang ini merupakan payung hukum masyarakat untuk melindungi hak nya atau setidaknya konsumen telah memiliki senjata mempertahankan haknya. Dengan demikian diharapkan pelaku usaha dapat meningkatkan citranya melalui peningkatan kualitas produk jasanya.
Untuk penegakan perlindungan kepada konsumen maka konsumen perlu disediakan mekanisme atau penyediaan sarana hukum dan penegakannya. Dengan demikian efektif tidaknya perlindungan konsumen pada suatu negara tidak semata-mata bergantung kepada lembaga konsumen sendiri tetapi juga kepedulian pemerintah, khususnya melalui instituti yang dibentuk untuk melindungi konsumen. Persoalan perlindungan hukum bagi konsumen inilah yang akan diuraikan lebih lanjut sekaligus menjadi alasan mengapa secara akademik penelitian ini perlu dilakukan.